Dinamikasumbawa.com
JAKARTA- Kasus suap yang melibatkan Hakim Agung terus menjadi sorotan publik. Salah satunya diungkapkan Sahrul Bosang, pemilik tanah di Desa Moyo, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, NTB, seluas 10.490 M2 yang meminta kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia Prof.Dr.H. M. Syarifuddin untuk membersihkan lembaganya dari mafia kasus (markus).
Hal itu dikatakan Sahrul, menyusul adanya bukti-bukti permintaan uang oleh oknum pegawai MA terkait dengan kasus penjualan tanah miliknya oleh anak penggarap bernama Nurjayanti kepada Rusmin Junaidi/Edot yang perkaranya ditangani oleh MA. Namun dirinya dikalahkan lantaran tidak mau memenuhi permintaan oknum tersebut karena Sahrul sudah menang dalam perkara gugatan sertifikat atas nama Rusmin Junaidi / Edot di PN SBW & PT MTR.
Sahrul mengungkapkan, bahwa tanah yang dimilikinya tersebut merupakan warisan dari orang tuanya bernama Haji Ahmad Bosang yang dibeli pada tahun 1969 dari saudara Sanging.
Tanah tersebut kemudian digarap pertama kali oleh sepupu satu dari Bapaknya bernama Patahullah bersama orang tuanya, justru ketika keseluruhan hamparan tanah seluas 60.000 M2 itu sebagian besar masih dalam bentuk hutan sedangkan bagian hamparan seluas 10.490 M2 yang di SHM oleh Edot di atas hamparan yang sama, sejak awal dibeli oleh bapak nya Sahrul sudah dalam keadaan bersih (siap huni & siap garap) karena memang terletak dipinggir jalan raya Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Sumbawa Besar.
Atas dasar kondisi riil dari tanah yang di SHM oleh Rusmin Junaidi/Edot tersebut maka Sahrul telah membantah sangat keras kalau di dalam lembaran SHM atas nama Rusmin Junaidi/ Edot dinyatakan tanah tersebut berasal dari Tanah Negara.
Karena Edot sama sekali tidak pernah menggarap lahan yang di SHM nya dalam kurun waktu tahun 2007-2013, sejak dibeli sampai dengan di SHM tanah tersrebut memang tidak pernah lepas dari Bolang Pogo (Penggarap kedua) setelah Patahullah (Penggarap pertama) pindah ke Desa Langam pada tahun 1973.
Terbukti pada Tahun 2014 ketika Bolang Pogo mengakui dan menyerahkan keseluruhan bagian tanah yang digarapnya kepada Sahrul Bosang, Bolang Pogo tidak menyebutkan ada SHM atas nama Rusmin Junaidi/Edot di atas tanah tersebut pada hal kantor BPN Sumbawa menerbitkan SHM atas nama Rusmin Junaidi pada tahun 2013.
“Di situlah mulai ada modus, karena setelah lima tahun itu tanah dapat disertifikatkan. Namun asal usul tanah tersebut dalam tulisan yang tertera di sertifikat tersebut ditulis tanah negara. Padahal Sahrul memiliki bukti bukti bahwa tanah itu merupakan warisan dari orang tua nya. Dan bukti-bukti ada surat waris yg asli di tangan kami,” ujar Sahrul Bosang dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/3/2023).
Sahrul mengaku kaget bahwa tanah yang ia miliki sudah bersertifikat atas nama orang lain. Padahal sebelumnya ia belum sempat mengurus sertifikat tanah tersebut lantaran kesibukannya di Jakarta sejak 1986 dan tidak pernah pulang.
Pada tahun 2012 Ia sempat pulang. Selanjutnya sejak tanah tersebut dikembalikan oleh Bolang Pogo pada tahun 2014 maka tanah tersebut diberi garap kepada Mustami Tahir untuk pelihara sapi. Mustami Tahir juga menjadi salah satu saksi pada saat Bolang menyerahkan tanah tersebut kepada Sahrul Bosang.
“Kemudian pada tahun 2015 ketika kami mulai aktif menggarap tanah itu, malah Mustami Tahir dilaporkan oleh Rusmin Junaidi/Edot ke Polsek Kecamatan Moyo Hilir tentang penyerobotan tanah dan kebetulan saya sedang berada di Sumbawa maka hadir di Polsek bahkan sempat dikonfrontir oleh Polisi Moyo terhadap Rusmin Junaidi,” ungkap Sahrul.
Atas kasus tersebut, Polsek tidak dapat menindak lanjuti laporan Rusmin Junaidi karena memang lahan yang dipagar oleh Mustami Tahir atas petintah Sahrul Bosang adalah milik Sahrul sendiri yang digarap secara turun temurun.
Karena muncul sertifikat tanah atas nama orang lain di lokasi tanah yang dimiliki Sahrul maka Sahrul tidak mau diam, dia melaporkan anak Penggarap bernama Nurjayanti sebagai Penjual dan Rusmin Junaidi/Edot sebagai pembeli ke Polres Sumbawa.
Lagi lagi Polisi tidak dapat memberi solusi walaupun Wakapolres sudah sampai pada angka negosiasi sebesar Rp300 juta yang dikompensasikan kepada Rusmin Junaidi/ Edot sehingga upaya negosiasi buntu dan Polisi tidak bisa tindak lanjuti karena Bolang Pogo sudah wafat.
“Dan kami pun menunjukkan bukti-bukti kepemilikannya kepada pihak kepolisian. Oleh karenanya kasus tersebut tidak berlanjut,” katanya.
Sebelumnya, sengketa tanah tersebut pernah dimenangkan oleh Sahrul. Hal itu berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Besar No:30/PDT.G/2018/PN.SBW serta Putusan Banding Pengadilan Tinggi Mataram No:92/PDT/2019/PT/MTR yang menyatakan bahwa Sahrul Bosang adalah pemilik sah atas tanah seluas 10.490 M2 di wilayah Desa Moyo, Kecamatan Moyo Hilir, Sumbawa, NTB.
Kalah di tingkat Pengadilan Negeri Sumbawa dan Pengadilan Tinggi Mataram NTB, Rusmin Junaidi/ Edot yang mengaku sebagai pihak Pemilik karena dibeli dari Nurjayanti, mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung yang pada akhirnya Sahrul dikalahkan. Dengan tegas Sahrul menyatakan bahwa MA tidak tahu asal usul tanah dan MA mengadili sendiri maka tidak cukup bukti untuk mengabulkan kasasi Rusmin Junaidi/ Edot.
Sahrul juga mempertanyakan terkait dengan Putusan Kasasi MA No.3762.K/PDT/2022 yang mengabulkan permohonan kasasi Rusmin Junaidi/ Edot dalam sengketa kepemilikan tanah dengan Sahrul Bosang yang berlokasi di wilayah Desa Moyo, Kecamatan Moyo Hilir, Sumbawa, NTB, seluas 10.490 M2 itu.
Menurutnya, selama proses kasasi berlangsung, ada oknum pegawai Biro Hukum & Humas Mahkamah Agung berinisial M yang meminta sejumlah uang kepada dirinya agar Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Rusmin Junaidi ditolak atau tidak dikabulkan oleh MA. Namun Sahrul tidak memenuhi permintaan dari oknum pegawai MA tersebut lantaran dirinya merasa pada pihak yang benar, terbukti dua kali Sahrul menang atas gugatan SHM Rusmin Junaidi/ Edot.
“Dengan adanya permintaan uang tersebut tentunya kian mempertegas sekaligus menguatkan bahwa ada oknum makelar kasus di lingkungan Mahkamah Agung,” tegas Sahrul.
Oleh karenanya, Sahrul mengaku akan menempuh upaya hukum lain yakni mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas kasus hukum yang menimpanya dan dinilai mencederai rasa keadilan bagi dirinya.
“Tentu saja, saya melalui Tim Kuasa Hukum akan mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali, agar MA bisa mengkoreksi putusan kasasi yang menurut kami sangat keliru dan mencederai rasa keadilan,” kata Sahrul Bosang.
Sahrul juga mengaku memiliki banyak bukti yang kuat terkait dengan kepemilikan tanahnya yang saat ini disertifikat oleh Rusmin Junaidi/ Edot. Selain itu memiliki beberapa bukti lain terkait dirinya yang dimintai sejumlah uang oleh oknum pegawai MA agar kasus yang saat itu ditangani oleh MA dimenangkannya. (DS)