DPRD Sumbawa Soroti Limbah dan Legalitas Ubur-Ubur

Dinamikasumbawa.com

SUMBAWA- Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu (10/6/2025), guna membahas tata kelola potensi laut berupa ubur-ubur. Rapat ini menghadirkan berbagai pihak, mulai dari LSM Gempur dan Kamita, dinas terkait, perusahaan pengolah ubur-ubur, pengepul, camat, hingga kepala desa penghasil ubur-ubur di Kecamatan Maronge, Plampang, dan Tarano.

Sejumlah persoalan mencuat dalam pertemuan tersebut, mulai dari kelengkapan legalitas usaha, dampak lingkungan, hingga rendahnya partisipasi masyarakat lokal dalam rantai nilai komoditas ubur-ubur.

Hamzah dari LSM Gempur mempertanyakan legalitas perusahaan pengolah ubur-ubur, termasuk keberadaan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), HACCP, dan Nomor Induk Berusaha (NIB). “Pemerintah daerah belum memiliki dasar hukum untuk menarik retribusi dari perusahaan yang memiliki nilai ekonomi tinggi ini,” ujarnya.

Ia mendorong dibuatnya Peraturan Bupati untuk menutup celah tersebut.

Senada, Khairil Anwar dari LSM Kamita menyoroti minimnya keberlanjutan kerja sama antara pengusaha dan pengepul.

“Kami ingin ada kesinambungan ekonomi bagi masyarakat lokal, bukan hanya musiman,” katanya.

Camat Maronge, Hendun, menyesalkan kurangnya komunikasi antara pelaku usaha dan pemerintah kecamatan maupun desa. Ia juga mengapresiasi pembentukan Koperasi Desa Merah Putih sebagai bentuk kemandirian masyarakat.

Sementara itu, Kepala Desa Labuhan Sangoro, Firmansyah, menegaskan bahwa ubur-ubur menjadi penopang ekonomi warga usai panen jagung, dengan perputaran uang mencapai Rp 2 miliar per musim. Namun, ia juga memperingatkan tentang dampak limbah helm ubur-ubur yang menyebabkan kematian ikan. “Limbah ini merusak insang ikan dan berdampak negatif pada ekosistem laut,” ujarnya.

Kepala Desa Labuhan Pidang, Syarifuddin, menambahkan bahwa limbah yang dibuang ke laut menyebabkan air gatal dan bau menyengat. Ia berharap pemerintah daerah segera memberi solusi konkret atas pencemaran tersebut.

Kepala DPMPTSP Kabupaten Sumbawa, Riki Trisnadi, menyatakan bahwa lima perusahaan yang beroperasi telah memiliki NIB melalui sistem OSS. Namun, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan, Nurhikmah, menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, kewenangan pemda untuk menarik retribusi dari sektor perikanan telah dicabut.

Hal ini ditegaskan Kabag Perekonomian dan SDA Setda Sumbawa, Khairuddin, yang menyatakan bahwa retribusi atas hasil bumi dan laut kini tak dapat lagi dipungut tanpa dasar hukum baru.

Ketua Komisi II DPRD Sumbawa menegaskan bahwa pihaknya akan menertibkan operasional perusahaan dan mendukung pemberdayaan ekonomi lokal.

“Ubur-ubur adalah anugerah yang perlu diatur agar memberi manfaat maksimal,” kata Wakil Ketua Komisi II, M. Tahir, S.H.

Rapat ini menghasilkan dua rekomendasi. Dinas terkait diminta meningkatkan pengawasan terhadap operasional perusahaan ubur-ubur agar tidak mencemari lingkungan dan tetap memberdayakan masyarakat.

Pemerintah didorong mendukung penguatan Koperasi Desa Merah Putih agar masyarakat lokal lebih berperan dalam rantai usaha ubur-ubur, tak sekadar menjadi pengepul musiman.

Rekomendasi ini diharapkan menjadi langkah awal menuju tata kelola ubur-ubur yang transparan, berkelanjutan, dan menyejahterakan masyarakat pesisir Tana Samawa. (DS/02)

Articles You Might Like

Share This Article

Get Your Weekly Sport Dose

Subscribe to TheWhistle and recieve notifications on new sports posts