Dinamikasumbawa.com
SUMBAWA- Konflik antar pedagang kaki lima (PKL) pecah di depan SMAN 1 Sumbawa. Sejumlah PKL mengaku terusir oleh PKL lain yang nekat berjualan di atas trotoar. Ironisnya, mereka yang datang belakangan justru meminta para pedagang lama pindah dari lokasi yang selama ini menjadi tempat mereka menggantungkan hidup.
Keluhan ini mencuat di media sosial dan menuai kecaman dari berbagai pelaku UMKM lainnya. Aksi salah satu PKL yang menguasai trotoar dinilai tidak hanya arogan, tapi juga melanggar etika sesama pedagang dan aturan tata ruang wilayah.
Kemarahan warganet pun tak terbendung. Foto-foto aktivitas berjualan di atas trotoar mulai ramai beredar di media sosial, disertai narasi kecaman terhadap tindakan yang dianggap serampangan tersebut.
Menanggapi polemik ini, Kepala Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumbawa, Adi Nusantara, mengaku telah mengetahui informasi tersebut. Meskipun sejauh ini belum ada aduan resmi yang masuk ke kantornya.
“Sampai saat ini mereka belum bicara langsung ke saya. Saya hanya lihat di medsos,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (23/9/2025).
Adi menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah sangat berpihak pada pelaku UMKM. Bahkan dalam regulasi, seperti Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah diwajibkan menyediakan ruang usaha yang representatif untuk UMKM, seperti di terminal, rest area, hingga bandara.
Namun, ia menegaskan bahwa pemanfaatan trotoar sebagai lokasi usaha tidak bisa dibenarkan. “Tidak serta merta trotoar bisa digunakan sembarangan. Harus ada koordinasi dengan berbagai pihak,” tegasnya.
Menurutnya, trotoar merupakan fasilitas umum yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Penggunaan ruang tersebut untuk aktivitas ekonomi tanpa izin berpotensi menimbulkan konflik. Baik dengan sesama pedagang maupun dengan masyarakat umum.
Untuk meredam ketegangan, kata Adi, pihaknya akan segera memanggil para PKL yang terlibat, guna menggelar pertemuan bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Tujuannya adalah mencari solusi terbaik dan menegaskan aturan soal pemanfaatan ruang publik.
“Sebelum terjadi lebih besar, lebih baik kita dudukkan persoalan ini. Apakah memang trotoar bisa dimanfaatkan, atau justru harus dicari lokasi lain yang lebih tepat,” ujarnya.
Ia mencontohkan daerah lain seperti Malioboro, Yogyakarta, yang kini sudah steril dari pedagang trotoar. Pemerintah, kata Adi, sedang berupaya mencari solusi yang lebih bijaksana dan strategis, tanpa harus melanggar aturan. “Kita tidak ingin semrawut. Walaupun UMKM dimanjakan secara regulasi, bukan berarti bisa semena-mena,” pungkasnya. (DS/02)